Kamis, 14 Mei 2009

KEBEBASAN AKADEMIK


Kebebasan akademik adalah ciri penting komunitas skolastik (sarjana), yang memegang komitmen untuk memeriksa dan menjaga kebenaran ajaran secara murni. Dalam tradisi Islam, kebebasan itu dimungkinkan karena beberapa faktor.

Pada dasarnya Islam tidak mengenal status hierarkis dalam memahami dan melaksanakan ajaran, yang berarti memberi posisi yang sama bagi setiap muslim dalam hubungannya dengan teks-teks suci. Dalam ajaran Islam, tidak ada institusi keagamaan tertentu yang memutlakkan kebenaran Tuhan. Bahkan, Islam menekankan pentingnya ijtihad, yaitu kesungguhan setiap pribadi muslim untuk secara independen memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama secara bertanggung jawab. Sementara itu, perkenalan filosof dan teolog Muslim dengan tradisi pemikiran Yunani kuno, pada awal-awal sejarah perkembangan Islam, di satu sisi telah merangsang timbulnya pemikiran rasional dalam mendekati teks-teks suci, dan di sisi yang lain, telah menimbulkan bangkitnya kalangan tradisionalis yang membela “kemurnian teks”. Dengan dinamika seperti ini, tradisi skolastik Islam terbentuk, yang menyediakan jalan bagi terciptanya ijma’ dan ortodoksi ajaran. Meskipun demikian, melalui caranya yang bervariasi, pemeriksaan terhadap ajaran-ajaran ortodoksi tetap berlangsung. Dengan demikian, peran kebebasan akademik selalu sangat vital, yang menjadi nafas bagi tradisi skolastik.

Tulisan ini coba mengangkat bentuk kebebasan akademik dalam tradisi Islam klasik. Uraiannya akan dimulai dengan menelusuri akar-akar pembentukan komunitas skolastik dalam sejarah intelektual Islam. Kemudian, lebig kongkret lagi akan digambarkan praktek munazarah sebagai salah satu wujud kebebasan akademik, dengan memahami karakter para pelaku pendidikan tinggi (professor dan mahasiswa) serta sifat kelembagaan dan motif akademiknya.

Perlu ditegaskan bahwa kebebasan akademik berbeda dengan kebebasan intelektual pada umumnya. Kebebasan yang terakhir ini pada dasarnya dimiliki semua orang, dengan kenyataan bahwa tidak semua orang menggunakannya. Adalah hak setiap individu untuk memeriksa secara serius ajaran dan teori yang berkembang, atau menerima dan membiarkannya tanpa berpikir kritis. Sedangkan kebebasan akademik merupakan kebebasan intelektual yang tidak boleh tidak harus diemban oleh kalangan pendidikan tinggi. Profesor (syaikh), karena tugas akademiknya, harus meneliti dan mempublikasikan hasilnya; begitupun para mahasiswa harus belajar untuk memeriksa kebenaran ajaran yang diterimanya. Dengan kebebasan akademik ini, pendidikan tinggi menjadi sumber rujukan dan pengaduan masyarakat pada umumnya. Untuk mengukuhkan keberadaannya, universitas/akademi harus menyampaikan kebenaran-kebenaran ajaran yang diperlukan komunitas pendukungnya, betapapun harus berlawananan dengan otoritas ortodoks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar